Kesehatan adalah prioritas dalam hidup seseorang, disamping perumahan, pekerjaan, berkeluarga . Dalam teori yang diusung oleh Abraham Maslow manusia dibagi menjadi 5 prioritas akan kebutuhannya. Kesehatan menempati prioritas kedua setelah kebutuhan hidup faali seperti makanan, air, udara dan sex.
Kebutuhan manusia akan kesehatan memang dapat di lihat dari data-data yang akan saya sampaikan berikut ini, khususnya untuk negara Indonesia. Saya akan mencoba mendekatkan data-data yang sudah dipublikasikan untuk mengukur berapa besar kebutuhan akan kesehatan penduduk Indonesia dalam nilai rupiah.
Bank dunia mengungkapkan data sebagai berikut :
Negara Indonesia mempunyai Pendapatan perkapita sekitar 3.570 US$ (2016). Dan menurut data dari bank dunia dalam 4 tahun ( ditahun 2011 – 2014 ) pengeluaran penduduk Indonesia untuk keperluan kesehatannya rata-rata 2.8 % dari pendapatan perkapitanya, jika dihitung dengan pendekatan rata-rata ini, tahun 2016 setiap penduduk Indonesia meneluarkan uang 99.9 US$ per tahunnya untuk biaya kesehatannya. Jika kurs Dolar AS saat ini Rp.13.500 maka pertahun setiap penduduk Indonesia mengeluarkan biaya kesehatan Rp.1.349.460.
Jadi bisa di simpulkan perbulan setiap orang di Indonesia akan menghabiskan uang Rp.112.455 untuk keperluan kesehatannya. Jika satukeluarga ada 4 orang anggota keluarga maka secara rata-rata, setiap satu keluarga akan menghabiskan Rp.5.397.840 pertahunnya.
Dan data di bank dunia juga menginformasikan bahwa hampir rata-rata 46 % pengeluaran untuk kesehatan itu di keluarkan dari kantongnya masing-masing ( out of pocket health expenditure ). Hal ini pernah di lakukan validasi oleh kementerian kesehatan Indonesia yang melaksanakan riset kesehatan dasar ( rikesdas) tahun 2013, dimana pengeluaran biaya kesehatan pengobatan rawat jalan yang dibiayai sendiri adalah 67.9% ) dan untuk rawat inap 54.1 %
Dari data-data tersebut diatas, jika melakukan pendekatan dengan angka dari data bank dunia, kita dapat menghitung berapa besar uang yang dikeluarkan oleh penduduk Indonesia langsung dari kantong mereka dalam berbelanja kebutuhan kesehatannya.
Kita dekatkan data di tahun 2015 yang telah terlaporkan dari sumber riset Frost & Sullivan / F&S , dimana ada 26.5 Milyard US$ pasar untuk layanan kesehatan di Indonesia atau sebesar 356 Triliun rupiah. Jika jumlah biaya yang di keluarkan untuk layanan kesehatan oleh BPJS 56.3 Triliun ( data BPJS Kesehatan 2015) maka masih ada 299.7 Triliun uang yang beredar yang di keluarkan sendiri oleh penduduk Indonesia dalam belanja untuk pemenuhan layanan kesehatan baik yang ditanggung oleh pribadi, tempat bekerjanya atau pihak asuransi kesehatan lainnya.
Jadi 84 % dari total biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh penduduk Indonesia dengan biaya non BPJS. Maka jumlah prosentase ini masih mendekati Riset Kesehatan Dasar 2013 yang sebesar 67.9 % untuk pelayanan kesehatan rawat jalan dan 54,1 % untuk rawat inap yang dibiayai sendiri dengan kemungkinan sisanya dibayari oleh pembiayaan kesehatan lainnya. Namun kita disini masih menghitung dengan pola pendekatan data pada tahun lalu dan belum dapat di validasi di lapangan seperti halnya Rikesdas 2013. Mari kita tunggu rikesdas berikutnya karena Rikedas ini hanya di lakukan dalam waktu 5-7 tahun sekali.
Saya juga menginformasikan data yang di analisa oleh lembaga riset F & S dengan data tahun 2015 dari OECO, Asean Development bank & WHO. Menurut mereka di tahun 2015 Indonesia mengeluarkan biaya 107 US$ perorang untuk pelayanan kesehatan. Dibandingkan dengan negara Vietnam , Thailand, Filipina dan Malaysia, negara Indonesia masih dibawah rata-rata negara mereka. Sedangkan untuk regional Amerika diangka 9.828 US$, Eropa 3.416 US$ dan Asia Pasific 380 US$. Untuk Ratat-rata dunia 980 US$.Seperti dalam tabel 1.5. Jadi Indonesia merupakan negara terendah dalam hal pengeluaran untuk layanan kesehatan 2015.
Diperkirakan seiring dengan petumbuhan kelas menengah, perubahan gaya hidup, urbanisasi dan kesadaran akan kesehatan, penduduk Indonesia akan memerlukan pelayanan kesehatan yang mampu melakukan deteksi dini akan penyakit, berkualitas baik dalam melakukan perawatan dan berbiaya rendah maka pertumbuhan akan industri layanan kesehatan ini mampu menembus angka 37.7 Milyar US$ atau sebesar 509 Triliun di tahun 2020. Dengan menggunakan pendekatan CAGR (Compound Annual Growth Rate ) Lembaga F&S menghitung pertumbuhan ini
Lembaga F&S juga melakukan proyeksi tahun 2020 mengenai jumlah penduduk Indonesia yang mempunyai penghasilan kelas menengah tumbuh menjadi 33,2 %.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia yang mempunyai penghasilan menengah (20 juta – 49 juta pertahun ) maka mereka akan memilih pelayanan kesehatan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keinginannya. Tentunya mereka akan mencari layanan kesehatan yang dapat mengakomodasinya, terlebih lagi di era penetrasi internet yang penggunanya sudah mencapai 132,7 juta jiwa (2016) maka potensi pasar kesehatan kelas menengah ini akan mencari informasi lewat jejaring sosial dan konten-konten yang termuat dalam media internet.
Bagaimana ? apakah anda sudah siap untuk berbisnis di bidang kesehatan sekarang juga ?
Salam Berbagi Pasar
Maulana Adrian Sukamto – Pendiri Waralaba Klinikita